Best views

Rabu, 21 Desember 2011

Dua Tulisan


Hujan turun deras dan aku terjebak di daerah simpang galon Darussalam. Awalnya aku kebingungan mau kemana. Warnet yang biasa aku singgahi penuh. Mau nongkrong di warkop, nggak banget. Karena warkop daerah sini penuh dengan sopir angkot. Kasus pemerkosaan  di angkot saja belum tuntas, aku tak amu jadi korban selanjutnya.
Agak sedikit bingung aku terus berjalan. Berniat masuk ke ATM dan mengecek berapa saldo sekarang. Rencana itu kembali urung karena sesuatu. Aku melihat toko buku. Di sana menjual buku baru bekas dan baru.
Berawal dari iseng, aku masuk ke toko buku itu. di dalam ada seorang ibu (sepertinya dosen) sedang duduk manis dengan setumpuk majalah. Mungkin si ibu sedang mencari artikel penting untuk disertasi atau bukunya.
Sasaran pertamaku adalah rak novel bahasa Inggris. Masih buku-buku lama dan harganya menjulang tinggi. Aku abaikan saja. Berhubung isi dompet juga sedang menipis. Sebuah buku dengan gambar halaman depan cukup familiar belakangan ini dan aku berminat untuk membelinya. Buku itu hanya satu-satunya terpajang dan kondisinya mulus berplastik. Kalau ini jelas buku baru.
Pocong juga pocong.
Buku itu kini bertengger manis melucuti naluri mupengku. Harganya sebenarnya sangat murah. Hanya 25 ribu saja. Tapi untuk isi dompet yang Cuma lima ribu rupiah siang ini, bukankah itu sangat menyiksa batinku sebagai ummat manusia?
Kutahan napasku untuk sekedar melihat-lihat. Gara-gara buku itu yang tinggal satu lagi, aku malah tak berselera melihat buku-buku lainnya. Biasanya aku akan berselonjor manis di depan rak komik dan menghabiskan satu komik. Hari itu tidak demikian.
Langkahku gontai ke tumpukan majalah bekas. Beberapa majalah yang tergeletak di sana aku sudah punya. Majalah KAWANKU, edisi 2009-2010 aku langganan untuk kebutuhan dokumentasi skripsi. Sebagian besarnya memang aku sudah punya.
Mataku menyapu semua koleksi. Femina, Hai dan lain-lainnya. Di antara semuanya aku tertarik untuk membeli majalah Hai. Sekali lagi, nyaliku surut mengingat isi dompet. Alhasil aku hanya melihat-lihat saja.
Agak lama aku menimbang-nimbang untuk mengambil satu dan membacanya di salah satu meja yang disediakan. Ntah kapan mulainya, aku bukannya duduk di sana. Melainkan mengambil salah satu majalah yang lokal Aceh dan duterbitkan oleh ccde. Majalah Potret.
Masih dalam keadaan iseng, aku membuka satu persatu halaman tanpa membacanya. Sebuah nama meningkatkan adrenalinku.
Ulfa Khairina.
Itu kan namaku. Semakin yakin hatiku bahwa itu memang aku begitu melihat judul artikel itu. Merdeka Hanya Kata. Itu tulisanku yang dipublikasikan oleh media online, Aceh Feature. Mantrap!
Semangatku mengubek-ubek makin jaya.
Sebelumnya aku memang ada mengirimkan artikel tentang shopping online di majalah yang sama. Lupa tanggal berapa dan tidak tahu apakah dimuat atau tidak.
Kubuka edisi tahun 2011.
Sekali lagi aku terkesiap. Ulfa Khairina muncul lagi. Tapi kali ini bukan sebagai kontributor Aceh Feature seperti pada edisi setahun lalu.  Kali ini tertulis berdomisili di Banda Aceh.
Oh, apakah aku tidak dianggap sebagai penulis? Kontributor? Wartawan? Alumni jurusan Komunikasi IAIN Ar-Raniry?
Edisi ini sebuah cerpen. Sudah pernah ditolak oleh majalah FEMINA, katanya tidak bisa kami terbitkan. Sebelumnya sempat tanpa konfirmasi dari majalah CHIC. Nggak menang aku ikut sertakan dalam sebuah lomba. Kali ini benar-benar kejutan aku menemukannya di majalah POTRET.
Buat followers Fafa’s Stories yang ingin tahu ceritanya. Bisa baca cerpenku di www.catatan-sakura.blogspot.com dengan judul Mas Salah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar