Best views

Kamis, 19 Januari 2012

Majalah dan Bonus


Kalau ada orang bela-belain beli majalah untuk isi atau artikelnya, aku kayaknya lebih kepada bonusnya. Bagaimana nggak, bila aku melihat ada majalah yang bonusnya sedikit menggiurkan aku pasti beli.

Dulu, pada jaman-jaman berseragam abu-abu, aku selalu beli majalah dengan harga sampai dua puluh ribuan (masa sekolah 20 ribu itu setara 80-an sekarang). Bukan karena isinya yang lumayan bagus. Malah tergolong nggak berbobot karena Cuma membahas hantu-hantu nggak jelas. Maklum, dua tahun belakangan saat aku masih berseragam masa-masa trend dengan dunia lain atau sejenisnya.

Aku selalu menunggu edisi selanjutnya. Mulai dari poster, map, tas sampai agenda. Nah, kalau sekarang aku paling suka jika bonusnya agenda atau notes. Setiap majalah yang menawarkan bonus itu pasti aku beli. Aku simpan. Koleksi.
 
Isi dompet boleh sekarat, tapi kalau berhubungan dengan bonus berbentuk buku atau agenda, aku tidak akan tahan. Rela ngutang.

Terkadang aku berpikir untuk merubah kebiasaan buruk ini. Ingin lebih berhemat uang saku. Nyatanya nggak bisa (belum bisa). Tetap saja liurku netes begitu melihat benda bernama agenda.

Malah dalam membeli apapun aku jarang memperhitungkan untung rugi. Aku lebih tergiur kepada bonusnya. Nah, kalau aku pikir-pikir ini bisa dikatakan strategi pemasaran yang berhasil. Orang marketing majalah atau produk tertentu pasti senang dan kaya bila semua konsumen seperti aku.

Masih ingat tentang bonus lipstick triple core Oriflame?. Kalau belum tahu, silahkan baca “Batal Ngejar WP” (hehehe, maksa!). sepertinya akan terulang untuk kedua kalinya. Aku akan berlangganan majalah hanya karena berharap hadiah berupa tas santai model selempang dan organizer dari bahan denim.

Oh, tidak!

Pembaca, tolong beri masukan untukku. Bagaimana mengubah kebiasaan terbius tawaran bonus yang belum tentu jelas ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar